EKOPOLIS.CO.ID, Bone Bolango — Di tengah polemik sengketa lahan yang hingga kini belum menemui titik terang, rencana pergantian nama RSUD Toto Kabila justru menuai sorotan. Pemerintah Kabupaten Bone Bolango sampai saat ini belum memberikan keterangan resmi terkait kejelasan status aset di kawasan rumah sakit tersebut, meski RSUD Toto Kabila telah tercatat sebagai aset daerah. Di sisi lain, pihak yang mengaku sebagai ahli waris masih mempermasalahkan kepemilikan lahan.
Aktivis Bone Bolango, Yanto Ali, menilai langkah direktur RSUD yang fokus pada wacana pergantian nama tidak relevan dengan situasi yang sedang terjadi. Menurutnya, pemerintah daerah dan pihak rumah sakit seharusnya memprioritaskan penyelesaian legalitas lahan ketimbang mengurusi hal-hal yang belum mendesak.
“Jangan sampai status aset pemerintah daerah yang sudah ada bangunan RSUD dan Dinas Kesehatan tetap bermasalah dan tidak memiliki kejelasan. Ini menyangkut kepastian hukum dan kepentingan pelayanan publik,” tegas Yanto.
Ironisnya, kata Yanto, di atas lahan seluas kurang lebih 80 hektare tersebut telah terbit sertifikat atas nama pihak yang mengaku sebagai ahli waris. Padahal, lahan itu sejak puluhan tahun lalu digarap oleh para pasien eks kusta untuk menopang ekonomi keluarga mereka.
Yanto menilai rencana pergantian nama RSUD Toto Kabila saat ini sangat tidak tepat mengingat status lahan masih kabur dan berpotensi menimbulkan konflik berkepanjangan.
“Pemerintah Kabupaten Bone Bolango harus serius menuntaskan legalitas lahan RSUD Toto Kabila sebelum membahas hal lain. Ini menyangkut kepentingan masyarakat luas,” ujar Yanto.
Di akhir pernyataannya, Yanto Ali memberikan ultimatum kepada Direktur RSUD Toto Kabila agar lebih fokus pada hal-hal prioritas, terutama peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit.
“Direktur harus memastikan pelayanan yang maksimal bagi masyarakat, bukan justru sibuk mengurusi pergantian nama di tengah ketidakjelasan status lahan,” tutupnya. (*)

















