EKOPOLIS.CO.ID – Klaim Sepihak LP2B Dipersoalkan, Kepala BPN Kabupaten Gorontalo Dinilai Gagal dan Layak Dicopot. Polemik status Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kabupaten Gorontalo menuai protes keras masyarakat. Pasalnya, kawasan yang kini diklaim sebagai LP2B telah lama berkembang sebagai wilayah permukiman aktif, lengkap dengan rumah warga, aktivitas sosial, dan keagamaan, jauh sebelum isu LP2B mencuat ke publik.
Warga menyatakan seluruh prosedur permohonan sertifikat tanah telah dipenuhi, namun hingga bertahun-tahun sertifikat tak kunjung diterbitkan oleh BPN Kabupaten Gorontalo, dengan dalih kawasan tersebut masih berstatus LP2B. Ironisnya, hingga hari ini tidak pernah dibuka ke publik peta resmi LP2B yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda).
“Kami mempertanyakan dasar hukum klaim LP2B tersebut. Jika tidak ada Perda dan peta resmi, maka penahanan sertifikat warga adalah bentuk ketidakpastian hukum dan pelanggaran serius terhadap pelayanan publik,” tegas Yanto Ali, Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah (PPD) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Limboto.
Kondisi ini semakin mencederai rasa keadilan ketika muncul fakta bahwa sertifikat untuk bangunan rumah pihak tertentu justru sempat dapat diterbitkan, sementara puluhan warga lain di kawasan yang sama terus ditolak. Fakta ini menguatkan dugaan pelayanan publik yang diskriminatif, sekaligus menunjukkan lemahnya pemahaman, inkonsistensi kebijakan, dan buruknya tata kelola pertanahan di BPN Kabupaten Gorontalo.
Atas dasar itu, Yanto bersama masyarakat secara tegas merekomendasikan pencopotan Kepala BPN Kabupaten Gorontalo, karena dinilai gagal memberikan kepastian hukum, tidak transparan, serta melanggar asas-asas pemerintahan yang baik.
Selain itu, Yanto mendesak Bupati Kabupaten Gorontalo untuk segera memperjelas status kawasan LP2B dan membuka peta LP2B secara resmi kepada publik, agar masyarakat mengetahui dengan pasti status hukum wilayah tempat mereka bermukim dan tidak terus hidup dalam ketidakpastian yang merugikan.
Terkait adanya oknum yang mengatasnamakan masyarakat dan mengaku keberatan atas pembangunan di kawasan tersebut, Yanto menantang dialog terbuka di lapangan bersama warga yang telah puluhan tahun bermukim di wilayah tersebut.
“Kami siap buka data dan fakta di lapangan. Jangan bicara atas nama rakyat, tapi rakyatnya sendiri justru dikorbankan,” tegasnya.
Yanto juga meluruskan bahwa tuduhan terhadap inisial HM yang belakangan diserang oleh sejumlah oknum yang mengatasnamakan rakyat adalah tidak benar. HM tidak mengetahui dan tidak terlibat dalam polemik LP2B tersebut. Hal ini telah dikonfirmasi ke berbagai pihak, termasuk langsung kepada Kepala BPN, yang sebelumnya menyatakan bahwa tanah yang dibeli dan dibangun tersebut dapat diterbitkan sertifikatnya dan memerintahkan bawahannya untuk segera memproses penerbitan sertifikat, Namun beberapa bulan kemudian, BPN justru menyatakan lahan tersebut telah masuk kawasan LP2B, sehingga menimbulkan kontradiksi kebijakan dan ketidakpastian hukum. Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius: apakah Kepala BPN Kabupaten Gorontalo memiliki kompetensi dan keahlian yang memadai dalam penetapan dan pengelolaan status pertanahan, khususnya LP2B?
Dasar Hukum
UU No. 41 Tahun 2009 tentang LP2B – LP2B wajib ditetapkan melalui Perda dan peta resmi.
UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan – Larangan penyalahgunaan wewenang dan kewajiban menjamin kepastian hukum.
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik – Informasi pertanahan wajib dibuka ke publik.
UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dan PP No. 94 Tahun 2021 – Pejabat yang melanggar disiplin dan pelayanan publik dapat diberhentikan.
Oleh karena itu saya Mendesak kepada Bupati Kabupaten Gorontalo mengeluarkan Rekomendasi Kepada Menteri ATR/BPN RI Untuk Segara Mencopot Kepala BPN Kabupaten Gorontalo. Tutup Yanto

















