EKOPOLIS.CO.ID, Gorontalo — Dalam momentum peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang jatuh setiap 10 Desember, solidaritas mahasiswa dari berbagai organisasi kembali menggaungkan pentingnya penegakan HAM di Indonesia. Forum Solidaritas Mahasiswa Peduli HAM dan Demokrasi—yang terdiri dari Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID), Solidaritas Mahasiswa Papua, serta sejumlah paguyuban daerah—menggelar diskusi publik sebagai bentuk refleksi kritis atas situasi HAM terkini, khususnya di Papua.
Acara yang berlangsung dari pukul 15.00 hingga 19.00 Wita itu dihadiri lebih dari 50 mahasiswa. Mereka duduk dalam satu forum untuk membahas persoalan pelanggaran hak-hak dasar, ruang demokrasi, dan kondisi warga sipil di wilayah konflik.
Menghidupkan Kembali Semangat UDHR
Peringatan Hari HAM Sedunia berakar pada sejarah 10 Desember 1948, ketika Majelis Umum PBB mengesahkan Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Deklarasi 30 pasal itu hadir sebagai respons atas tragedi kemanusiaan Perang Dunia II, dan menegaskan kesetaraan martabat setiap manusia tanpa memandang latar belakang apa pun.
Semangat tersebut, kata para penyelenggara, harus terus dihidupkan, terutama ketika praktik diskriminasi dan pelanggaran HAM masih menjadi realitas di sejumlah daerah di Indonesia.
Papua Jadi Sorotan Utama
Dalam forum diskusi, situasi Papua menjadi titik perhatian. Para peserta, khususnya mahasiswa Papua, menyoroti dugaan pelanggaran hak sipil dan politik, penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat, serta terbatasnya ruang demokrasi bagi masyarakat setempat.
Menurut mereka, konflik yang terus berlangsung di Papua telah memicu rentetan pelanggaran HAM yang belum tertangani secara transparan. Negara dianggap abai terhadap pemenuhan dan perlindungan hak-hak dasar warga Papua.
“Kasus-kasus HAM di Papua membutuhkan langkah konkret negara, bukan sekadar janji. Transparansi penanganan, penghapusan diskriminasi, serta perlindungan warga sipil adalah kewajiban negara yang tidak bisa ditunda,” tegas salah satu mahasiswa Papua dalam forum tersebut.
Desakan untuk Negara
Forum menilai bahwa negara memegang tanggung jawab utama dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak dasar warganya. Penguatan ruang demokrasi, penghentian kekerasan, dan perlindungan bagi kelompok rentan disebut sebagai syarat mutlak untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat.
Kegiatan berlangsung dinamis hingga akhir sesi. Sebelum ditutup, seluruh organisasi yang tergabung dalam forum membacakan pernyataan sikap bersama yang berisi desakan agar pemerintah menempatkan perlindungan HAM sebagai prioritas dalam setiap kebijakan, terutama terkait Papua.
Refleksi Moral Mahasiswa
Peringatan Hari HAM Sedunia tahun ini, menurut para peserta, menjadi pengingat bahwa perjuangan kemanusiaan bukanlah sekadar isu global. Ia adalah tanggung jawab moral mahasiswa dan masyarakat sipil. Selama praktik diskriminasi dan pelanggaran HAM masih terjadi, keberpihakan kepada kemanusiaan tidak boleh berhenti.
“Perjuangan HAM bukan hanya seremonial tahunan,” ujar salah satu peserta diskusi. “Ini adalah komitmen jangka panjang yang harus terus dijaga oleh setiap elemen masyarakat.”
Dengan rangkaian refleksi itu, Forum Solidaritas Mahasiswa Peduli HAM dan Demokrasi berharap momentum ini dapat menjadi penanda bahwa suara-suara kritis terhadap ketidakadilan tidak akan padam.
(Rifkian/Ekopolis)


















